Dan dengan penuh haru, Prof. Talkshow dilanjutkan dengan penyampaian pengantar oleh Dr.Bayu Krisnamurti, M.Si selaku Dosen Institut Pertanian Bogor. Beliau menyampaikan materi mengenai “Refleksi Kasim Arifin: Sebuah Pengantar”, awal dari pemaparan ini dijelaskan mengenai latar belakang pembuatan buku dan kisah inspiratif dari Kasim Arifin. Terakhir, Mantan Wakil Menteri Perdagangan di Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini juga menyampaikan harapan kedepannya agar institusi pendidikan menjadi lebih aware terhadap issue sekitar dan senantiasa mendukung inovasi maupun pengembangan di daerah-daerah Indonesia lainnya seperti di Desa Waimital, Aceh, Sumatera Utara serta masih banyak lagi. Kemudian acara pun dilanjutkan dengan pemaparan oleh Ir. Razaini Taher selaku Jurnalis dan Broadcaster. Laki-laki yang kerap disapa sebagai Bang Icay ini merupakan salah satu tim yang mencari informasi, materi dan cerita mengenai Kasim Arifin. Perlu diingat, bahwa terdapat banyak sekali ilmu yang diajarkan oleh Kasim Arifin, mulai dari ilmu-ilmu pengelolaan tanah, ilmu padi, sistem pembuatan irigasi, hingga sistem untuk mengelola tanaman dan hutan kepada masyarakat Desa Waimital Maluku.
Salah satu andalannya adalah game mobile Angry Birds yang populer sampai saat ini. Terhitung dari tahun 2015, Australia berhasil menyumbang sekitar 5,1 % dari PDB yang berasal dari pasar digitalnya. 22% dari tenaga kerja yang mereka miliki merupakan tenaga kerja ahli. Jadi jangan heran jika banyak peusahaan teknologi terbesar di dunia melihat potensi dari pasar Australia dan mebuka kantor serta fasilitas penelitian di negara ini. Tak hanya Finlandia, Swedia juga terkenal dengan inovasinya di bidang teknologi ponsel. Jika dulu Swedia mengandalkan Ericsson dalam bidang teknologinya, kini ada Spotify, Skype dan Torrent, perusahaan yang menggunakan fleksibilitas internet untuk komunikasi dan berbagi informasi. Telegram Premium Rilis Juni 2022, Ini Fitur dan Harganya! Pada tahun 2016 saja sektor teknologi Kanada sudah menggungguli sektor keuangan dan asuransi negara ini. Bahkan Perusahaan yang bergerak di bidang teknologi sudah menyumbang 117 miliar dolar dari 51 triluin dolar PDB negara ini. Kanada juga memiliki Silicon Valley sendiri di Kitchener dan Waterloo, pinggiran kota Toronto di mana perusahaan hardware dan pengembang software bekerja sama untuk menghasilkan aplikasi selular terbaru.
Kondisi ini diperburuk pula oleh penghargaan yang belum sewajarnya dari masyarakat bagi profesi peneliti dan ilmuwan juga penghargaan belum setimpal pada kegiatan-kegiatan pengembangan sains melalui riset. Akibatnya hasil-hasil riset yang diperoleh masih jauh dari yang diharapkan. Di samping itu, dalam dua dasawarsa terakhir industri modern bertumbuhan di tanah air. Sayangnya industri-industri tersebut tak lebih dari perpanjangan tangan dari industri di negara-negara maju. Kita menghasilkan produk-produk modern yang dibuat di Indonesia tetapi bukan buatan Indonesia. Industri-industri modern tersebut tumbuh tanpa pijakan sama sekali pada sains dan teknologi bangsa sendiri, dan sangat tergantung pada industri induknya di luar negeri. Bahan-bahan baku strategis dan tenaga-tenaga ahli seutuhnya masih didatangkan dari negeri asal. Krisis keuangan yang melanda Indonesia dan diikuti pula oleh krisis ekonomi serta krisis lainnya, telah menghempaskan sektor industri kita. Mereka harus membayar terlalu mahal bahan baku, teknologi, dan bahkan riset dan pengembangan di negeri asal industri tersebut. Pertanyaan yang muncul kepermukaan adalah mampukah kita membangun sektor industri berbasis kuat pada sains dan teknologi bangsa Indonesia?
Indonesia juga sudah memulai, dimana Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian telah mencanangkan Program nasional “Making Indonesia 4.0” dengan prioritas 5 sektor yaitu : makanan dan minuman, tekstil dan busana, industri kimia, transportasi, dan elektronika. Meskipun Pertanian 4.0 dianggap didorong oleh otomatisasi dan konektivitas ekstrem, semakin terbukti bahwa disrupsi tidak hanya berasal dari teknologi, tetapi juga dipengaruhi oleh keadaan lain seperti globalisasi, pergeseran demografi, tren makroekonomi, dan seterusnya. Oleh karena itu, tidak cukup untuk memahami pendorong Pertanian 4.0 hanya dari sudut pandang teknologi. Perilaku dan komunikasi manusia dalam masyarakat tertentu merupakan sistem yang sangat kompleks, dengan berbagai jenis keadaan dan kondisi lingkungan, sehingga menggunakan sudut pandang parsial tidak cocok untuk mengukur dan memahami fenomena secara keseluruhan. Untuk menekankan kerumitannya, kita harus mewaspadai fakta bahwa pertanian tidak berdiri sendiri, dan perkembangan teknologi juga tidak berlangsung secara mandiri; selalu berinteraksi dengan perkembangan ekonomi, masyarakat dan politik. Selain itu, sistem pangan di berbagai negara terjalin dalam berbagai cara, mulai dari perdagangan bahan mentah hingga produk.